Jurnal Refleksi Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik


Model Refleksi 5 R

1. Reporting

2. Responding

3. Relating

4. Reasioning

5. Reconstructing

Adapun refleksi yang bisa saya sampaikan adalah sebagai berikut :

1. Reporting ( menceritakan ulang peristiwa yang terjadi)

Aktifitas yang saya lakukan pada minggu ini tidak lepas dari alur MERDEKA yang ada di LMS. Dimulai dengan alur mulai dari diri, pada alur ini kami CGP ditugaskan untuk membuat blog di LMS dengan menuliskan refleksi diri mengenai kegiatan supervisi akademik yang pernah dilaksanakan (ketika CGP disupervisi pelah kepala sekolah/pengawas). Kegiatan dilanjutkan dengan Ekplorasi konsep dengan materi-materi mengenai konsep, paradigma, prinsip, alur coaching dan supervisi akademik dengan paradigma coaching. Kemudian kami melaksanakan kegiatan ruang kolaborasi bersama fasilitator pada kegiatan ini kami melakukan praktek coaching berpasangan. Pada tahap demonstrasi kontektual kami melakukan tugas praktek coaching dengan pengamat berkelompok dengan anggota 3 orang yang nantinya secara bergilir akan berperan sebagai coach, coachee dan pengamat. Praktek tersebut kami rekam dan diupload pada LMS. Selanjutkan pada tahap elaborasi pemahaman kami dikuatkan kembali oleh instuktur yang sangat hebat. Pada koneksi antar materi kami ditugas untuk membuat kaitan antar materi coaching dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional. Penutup kami laksanakan post tes modul 2 dan mengikuti lokakarya 2. 

2. Responding ( Menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang diceritakan)

Melalui kegiatan yang telah kami lakukan pada modul 2.3 saya mulai  paham jika sebenarnya proses coaching berawal dari analisa dan eksplorasi teknik yang akan digunakan, kemudian memberikan waktu dan situasi yang leluasa kepda coachee untuk mengenal dan mengetahui tujuan coaching. Sebagai seorang calon guru penggeraka saya dipersiapkan untuk menguasai keterampilan coaching yang akan membantu saya dalam proses kolaborasi baik dengan rekan sejawat maupun dengan murid. Disisi lain, dengan menguasi keterampilan coaching saya dapat menambah wawasan dalam memahami dan membantu menyelesaikan masalah seorang coachee. Sebagai implementasinya di masa depan diharapkan saya dapat menerakkan konsep dasar coaching ini untuk proses supervisi akademik maupun penyelesaian masalah yang dihadapi siswa. 

3. Relating ( Menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki)

Setelah saya mempelajari modul 2.3 ini saya menjadi paham sebagai seorang coach saya harus memiliki keterampilan dalam memahami coachee saya. Mulai dengan menjalin kemitraan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang eksploratif dan berbobot untuk menggali permasalahan yang terjadi, serta bagaiman memdengarkan coacheenya agar mampu menciptakan komunikasi asertif dengan coachee. Pada saat proses coaching, coach menyimak coachee yang sedang berbicara untuk memahami setiap ucapan yang diucapkan coachee serta ikut memberi pemahaman kepada coachee tentang pentingnya menyelesaikan masalah dengan potensi yang dimiliki. Modul 2.3 ini sangat berhubungan dengan materi sebelumnya yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional. 

4. Reasioning (Menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi )

  1. Sebagai seorang coach, kita tidak hanya menjadi komunikator yang baik, tetapi harus mampu menuntun coachee membuat tindakan serta alternatif jalan yang mungkin dipraktekkan coachee & memberikan dorongan kepada coachee untuk memilih ide dan keputusan. Dorongan coach untuk coachee dalam menyusun rencana penyelesaian dengan waktu yang tepat, jelas dan spesifik disesuaikan dengan kebutuhan. 
  2. Coach juga harus mampu mendorong coachee  untuk memilih orang yang akan dipercayakan dalam menyelesaikan masalahnya. Coach juga harus memberikan dorongan kepada coachee untuk mempertanggungjawabkan terhadap aksi nyata yang akan diambil dan dijalankan sesuai rencana capaian secara spesifik sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
  3. Hal yang tidak kalah penting yang harus diperhatikan seorang coach adalah meyakinkan coachee bahwa setiap masalah pasti terselesaikan dengan menciptakan keakraban & kenyamanan sehingga coachee dapat berbagi kisah yang sedang dihadapi. Pendengar aktif haruslah dibangun oleh coach dengan merasakan apa yang dirasakan coachee dan memposisikan situasi saling menghargai & menghormati.
  4. Seorang coachee berperan sebagai patner bagi seseorang agar memiliki kerangka berpikir yang tepat dalam menemukan solusi melalui pertanyaan strategis. 

5. Reconstructing (Menuliskan rencana alternatif jika menghadapi kejadian serupa di masa mendatang)

 Rencana alternatif pertama yang akan saya lakukan agar perencanaan berjalan dengan lancar adalah mengunakan model TIRTA para proses coaching. Peran kita sebagai coach dapat mendampingi murid maupun rekan dalam mengeksplorasi dirinya dalam menemukan kebutuhan belajar dan strategi dalam memecahkan masalah pada diri sendiri. Melalui proses ciaching menggunakan alur TIRTA, coachee akan lebih percaya diri dan  dapat menemukan kekuatan yang ada pada dirinya. 


Comments